Ditulis Oleh: Sriyanti Maku, M.Pd.
“Kakak, ayo kita ke lapangan bola yuk,” panggil Andi.
“Sebentar, Kakak ganti baju dulu,” sahut sang Kakak.
“Ibu, kami pergi main dulu,” berdua mereka pamit.
“Iya, jaga adikmu,” jawab Ibu.
Maka bergegaslah mereka pergi sambil sang Kakak menggendong adiknya.
“Adikku semakin besar, aku tak akan kuat lagi menggendongnya,” gumam Iman dalam hati.
“Mudah-mudahan bisa cukup,” gumam Iman menatap tabungan yang terbuat dari kaleng biskuit.
Tabungan dari uang jajan yang ia sisihkan selama dua tahun. Ia menahan diri tidak jajan dengan membawa bekal makanan dari rumah.
“Bismillah ….” Mulailah ia membongkar celengannya.
Cukup lama ia menghitung, namun ia tersenyum lebar.
“Alhamdullilah, cukup.”
Segera ia menuju ke toko kesehatan untuk membeli barang yang diidamkannya.
“Andi bangun, sudah sore. Kita ke lapangan bola yuk!” Iman membangunkan adiknya.
“Kali ini Kakak tidak akan menggendongmu, kau pakai ini.”
Iman menyodorkan kursi roda untuk adiknya. Andi terkejut dan segera memeluk kakaknya.
“Terima kasih Kak,” bisiknya. Keduanya berpelukan sembari matanya berkaca-kaca. ***